(Chef Online Management – Human Resources) Bagaimana suatu perusahaan mengukur pencapaian kinerjanya dengan baik, khususnya agar mampu bersaing dalam industri, kalau tidak melakukan studi perbandingan dengan aktivitas bisnis pada perusahaan lain yang sejenis. Benchmark adalah sebuah metode peningkatan kinerja secara sistematis dan logis melalui pengukuran dan perbandingan kinerja dan kemudian menggunakannya untuk meningkatkan kinerja

Jenis-jenis Metode Benchmark

Metode peningkatan kinerja yang dilakukan melalui Benchmark pada umumnya meliputi pengukuran dan perbandingan kinerja terhadap :
1. Bagaimana melakukan perbandingannya
2. Pihak mana yang lebih baik
3. Mengapa pihak lain lebih baik
4. Tindakan apa yang perlu ditingkatkan
Dalam praktek pengukurannya, ada 3 jenis benchmarking yang dikenal selama ini, yaitu:
1. Internal : yaitu pengukuran dan perbandingan kinerja antar proses atau produk dalam organisasi itu sendiri
2. Competitive : yaitu pengukuran dan perbandingan kinerja yang berfokus pada produk dan proses yang setara dengan kompetitor
3. Functional : yaitu pengukuran dan perbandingan kinerja yang berfokus pada fungsi generik, seperti pemrosesan order pelanggan

Manfaat
Pada umumnya metode Benchmark dilakukan untuk mengukur kinerja “the best in the class” yang dapat diraih pada aktivitas bisnis tertentu dalam hal:
a. Peningkatan kepuasan pelanggan
b. Menentukan tujuan dan sasaran
c. Mengukur produktivitas
d. Identifikasi best practice

Benchmarking dapat diartikan sebagai metode sistematis untuk mengidentifikasi, memahami, dan secara kreatif mengembangkan proses, produk, layanan, untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Manfaat bagi perusahaan dengan mengembangkan benchmarking, antara lain:
a. Untuk menetapkan sasaran yang menantang dan realistis
b. Untuk menentukan bagaimana sasaran dapat dicapai
c. Perlunya adanya terobosan peningkatan dalam organisasi
d. Perlunya memperoleh ide-ide baru

Beberapa Kendala

Berhubung proses identifikasi dan transfer praktek bisnis cenderung memakan waktu (time consuming) , maka kendala yang terutama dalam melakukan benchmarking adalah kurangnya motivasi untuk mengadopsi praktek bisnis, kurangnya informasi yang memadai mengenai cara adaptasi dan penggunaannya secara efektif dan kurangnya kapasitas (sumberdaya ataupun keterampilan) dalam penyerapan praktek bisnis

Kebanyakan orang mempunyai kecenderungan untuk belajar, membagi pengalaman, dan bertindak lebih baik. Kecenderungan ini dihalangi oleh sebab-sebab administratif, struktural, budaya yang berpengaruh negatif pada keseluruhan organisasi, antara lain:
1. Struktur organisasi silo, di mana masing-masing unit fokus pada tujuan sendiri, sehingga kepentingan bersama lebih dipandang dari sudut pandang masing-masing unit.
2. Budaya menghargai keahlian dan penciptaan pengetahuan lebih dominan dibanding budaya membagi keahlian.
3. Kurangnya kontak, hubungan dan perspektif bersama dalam suatu organisasi.
4. Sistem yang tidak memungkinkan atau menghargai upaya untuk melakukan knowledge sharing atau keterampilan

Faktor-faktor budaya yang menghambat proses knowledge sharing yaitu:
- Kurangnya kepercayaan
- Perbedaan budaya, kosa kata, dan kerangka berpikir
- Kurangnya sarana baik waktu, tempat pertemuan, kesempatan untuk menampung ide-ide yang menunjang produktivitas
- Penghargaan atau status tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark
- Kurangnya kapasitas untuk menyerap pengetahuan
- Kepercayaan bahwa pengetahuan tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark, atau sindrom “bukan hasil karya unit kami”
- Kurang toleransi terhadap kesalahan atau dalam membutuhkan pertolongan

Langkah-langkah Melakukan Benchmarking

Secara umum tahap-tahap pelaksanaan dalam benchmarking dapat disampaikan sebagai berikut :
1) Merencanakan proses benchmarking dan karakterisasi target yang akan di-benchmark
2) Pengumpulan dan analisis data internal
3) Pengumpulan dan analisis data eksternal
4) Peningkatan kinerja target benchmarking
5) Peningkatan secara berkelanjutan

Adapun tahap-tahap dalam proses transfer atau benchmark adalah :
1) Inisiasi – meliputi semua hal yang membawa kepada keputusan mengenai perlunya untuk mentransfer praktek, seperti penemuan, ataupun proses kerja yang efektif dalam sebuah organisasi.
2) Implementasi – aliran sumber daya antara penerima dan unit sumber, hubungan sosial terjalin, dan upaya-upaya untuk melakukan transfer sudah lebih dapat diterima oleh pelaku benchmark
3) Ramp-up – dimulai ketika penerima mulai menggunakan pengetahuan yang diperoleh, dengan cara mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang tak terduga, sehingga kinerja meningkat secara bertahap
4) Integrasi – dimulai ketika penerima menerima hasil yang memuaskan dengan penggunaan pengetahuan yang diperoleh, dan terjadi proses institusionalisasi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh

Proses benchmark bukan menyontek, tetapi membandingkan keberadaan suatu proses di satu pihak dengan pihak lain yang melakukan proses yang sama. Hasil analisa yang diperoleh digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Silakan mencoba melakukan benchmark, pasti banyak perubahan positif yang bisa diterapkan di dalam organisasi anda.

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk comment tapi jangan SPAM ya..